Sebagian dari kita menganggap pengelolaan toko online adalah
soal pengoperasian teknologi dan hal-hal berbau teknis, Anggapan itu
tidak salah, tapi ada sisi lain yang jarang terpikir bahwa pengelolaan
toko online berada dalam lingkup relasi sosial (hubungan antarmanusia).
SEORANG penjual sepeda mandatangi saya sebulan setelah toko
on-linenya beroperasi. Dia mengaku sangat senang, sekaligus kecewa.
Senang, karena tokonya banyak dikunjungi orang. Setiap hari banyak email
masuk yang meminta informasi produk hingga yang menawar harga dan
mengajukan permohonan cicilan. Tak heran, karena harga sepeda yang
dijualnya Rp 8 juta rupiah ke atas. Tapi dia juga kecewa, karena calon
pembeli hanya bertanya, belum ada satupun yang benar-benar mernbeli.
Akhirnya dia hanya menjawab pertanyaan sekadarnya. Banyak email bahkan
tidak ditanggapinya.
Ini adalah salah satu persoalan yang kerap dihadapi pemilik/
pengelola toko online skala kecil maupun besar. Jika tidak cukup tahan
dan masih menganggap bisnis via toko online bisa meraih untung cepat
dengan cara mudah, tidak sedikit orang kemudian menghentikan usahanya.
Penting kita pahami bahwa toko online bukanlah mesin yang setelah
dipasang langsung menghasilkan uang. Toko Online perlu dikelola dan
dijaga dengan baik. Pengelolaan bukan hanya menyangkut aspek teknis dan
kedisiplinan dalam menjalani proses bisnis toko online saja, juga aspek
hubungan sosial pengelola toko dan calon pembeli. Sebaik apapun
teknologi toko online yang diterapkan, tanpa diimbangi upaya menjaga
hubungan sosial yang baik, kemungkinan besar akan gagal.
TEKNOLOGI WEB DAN DUNIA SOSIAL
Saat ini teknologi web sudah berkembang
pesat. Web-web generasi awal yang sifatnya searah sudah banyak
ditinggalkan. Diganti dengan web-web interaktif yang memungkinkan
hubungan bisnis dua arah antara pengelola toko dan pengguna, serta antar
pengguna. Teknologinya dikenal dengan sebutan Web 2.0. Contoh toko
online lokal yang menerapkan teknologi tersebut adalah Sabunherbalku.com,
Tokobagus, Tokopedia, Bli-bli dan Deal Going. Kita tahu, jual beli
adalah hal yang biasa dalam kehidupan kita. Sekalipun profesi kita bukan
pedagang, sangat mungkin dalam suatu waktu kita menjadi penjual, dan
esok harinya menjadi pembeli. Jual beli barang (baru atau bekas) adalah
hal yang lumrah terjadi. Tanpa itu, saya tidak yakin bisa lahir
teknologi web yang memungkinkan hubungan dua arah. Itu artinya,
teknologi lahir dari kenyataan sosial, bukan hasil perenungan yang
terpisah dari kehidupan masyarakat. Dalam bisnis online (dunia virtual)
ada beberapa istilah yang mungkin sudah Anda kenal, seperti B2B (Business to Business), B2C (Business to Consumer), C2C (Consumer to Consumer), dan G2B (Government to Business). Secara faktual, hubungan-hubungan itu terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.
Kaitan dunia sosial dan dunia virtual
semakin kentara jika kita mencermati media sosial Facebook. Fitur-fitur
yang dikembangkannya mereplikasi dunia sosial yang paling dekat dengan
kehidupan kita: keluarga dan pertemanan. Alasan terbesar orang aktif
menggunakan media sosial adalah untuk berhubungan dengan keluarga dan
perkawa- nan. Kontak dengan keluarga (89%), pencarian dan kontak kawan
lama (88%), dan pencarian kawan baru (70%).
Kelahiran dan perkembangan teknologi web
tidak untuk menghapuskan hubungan-hubungan sosial yang berlangsung di
kehidupan nyata, melainkan untuk mempermudah dan memperluas
hubungan-hubungan itu.
Dalam kasus penjual sepeda tadi, meski
toko online-nya sudah dirancang dengan baik, tidak dengan sendirinya
akan memberi hasil baik jika dalam pengelolaannya mengabaikan
aspek-aspek hubungan sosial. Menanggapi pertanyaan, mengundang
pengunjung, memberi pelayanan dan tanggapan cepat adalah aspek-aspek
hubungan sosial yang harus diutamakan dalam bisnis online. Kita tidak
bisa menyerahkan sepenuhnya peran-peran itu kepada mesin. Mesin adalah
alat bantu. Kegunaan dan kerberhasilannya bergantung pada
keputusan-keputusan dan daya upaya manusia yang mengoperasikannya.
BUTUH ‘PELAYAN TOKO’ YANG RAMAH
Banyak orang menganggap toko 0n-line
tidak memerlukan tenaga customer service dan penjaga toko yang siap
menanggapi kebutuhan pelanggan. Anggapan itu keliru besar. Meski fitur
toko online memungkinkan orang berbelanja tanpa harus berkomunikasi
langsung, tidak berarti kita bisa bersikap antisosial dan melimpahkan
tanggung jawab itu pada mesin.
Melayani pelanggan dengan
sebaik-baiknya adalah hal yang tidak bisa ditawar, sebagai sebuah proses
bisnis yang harus selalu dihadapi agar berhasil baik.
Sesungguhnya menjawab pertanyaan
pelanggan via email atau live chat dan mengirim newsletter info produk
adalah standar minimal dalam kegiatan pelayanan kepada pelanggan. Jika
kita dapat menjalaninya dengan baik dan disiplin, sudah sebuah kemajuan.
Lain halnya dengan toko-toko on-line besar yang sudah berkembang pesat.
Upaya pelayanan untuk mengundang pembeli dan menjaga kesetiaan
pelanggannya terus dikembangkan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi
web saat ini. Burberry misalnya, meluncurkan situs jejaring sosial Art
Of the Trench. Seperti situs jejaring sosial umumnya, prinsip utamanya
adalah “berbagi”. Upaya serupa ditempuh juga oleh Hermes yang
meluncurkan J’aime Mon Carre dan Gucci melalui situs mikro Gucci Eye Web.
Ini merupakan cara baru dalam kampanye produk dan pelayanan kepada
pelanggan. Nah, jika saat ini kita belum bisa melakukan langkah semacam
itu, setidaknya standar minimal dalam kegiatan pelayanan kepada
pelanggan (menjaga hubungan-sosial) harus diperhatikan serius dan
dijalani dengan disiplin. Tanpa itu, usaha Anda akan layu sebelum
berkembang. Sekali lagi, teknologi adalah perangkat untuk memudahkan
dalam hubungan sosial, bukan untuk menampiknya…
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete